Antara Musik Reggae dan Rastafarian
indosiar.com,
Jakarta - Reggae merupakan salah satu jenis aliran musik yang sudah
tidak asing lagi, meskipun komunitas pecinta musik reggae di Indonesia
terbilang tidak terlalu banyak.
Sayangnya, meskipun
menyuarakan perdamaian, banyak pula yang memandang negatif terhadap
komunitas penggemar musik reggae. Mereka diidentikkan dengan kehidupan
bebas serta konsumsi daun ganja.
Irama musik reggae ini, terdengar
mengasyikkan. Iramanya yang dinamis, membuat pendengarnya terhanyut.
Mereka ikut menghayati lirik-lirik dalam sebuah lagu berirama reggae
ini.
Sepintas, penampilan para penggemar musik reggae ini
seakan menunjukkan gaya hidup yang masa bodoh. Kaos oblong, jeans belel,
serta rambut gimbal, menambah lusuh penampilannya.
Ditambah
lagi dengan adanya stereotipe negatif yang selama ini muncul. Musik
reggae terkesan identik dengan ganja, mariyuana, serta seks bebas. Hal
itu diperkuat oleh kenyataan di mana petugas kebersihan kerap menemukan
sisa lintingan ganja yang habis dibakar, seusai pertunjukkan musik
reggae.Soal penggunaan ganja untuk menikmati musik reggae tidaklah
diterima oleh seluruh penikmat musik reggae. Menurut mereka, reggae
sebetulnya adalah musik yang membawa pesan perdamaian.
Sehingga
tak ada hubungannya sama sekali dengan penggunaan ganja yang merupakan
benda ilegal untuk dikonsumsi secara bebas.Musik reggae semakin populer
ke seluruh penjuru dunia di era tahun 1980-an, termasuk di Indonesia.
Akar musik ini adalah musik ska, yang temponya lebih cepat dibandingkan
reggae.
Dan kematian Bob Marley pada tahun 1981, malah semakin
membuat musik dinamis ini menjadi semakin digemari.Bisa jadi, penggemar
musik yang menghisap ganja saat mendengar lagu-lagu reggae, sebetulnya
terbawa oleh upaya meniru perilaku perilaku negatif idolanya.
Pada
praktiknya, menghisap ganja dapat memunculkan fantasi tertentu bagi
penggunanya. Dan ini yang diyakini oleh sebagian orang agar dapat
membuat mereka lebih menikmati musik yang dimainkan.
Bagi
sebagian orang, reggae sebetulnya dapat memberikan pengaruh yang
positif. Selain lirik lagu reggae berisi pesan perdamaian, juga
memberikan dorongan untuk membuat hidup lebih baik.
Pesan
perjuangan yang diusung dalam musik reggae, diilhami dari kondisi sosial
di Afrika, khususnya di Jamaika, yang merupakan daerah koloni
negara-negara Eropa.
Karena itu, tidak heran orang-orang yang bernasib serupa dengan orang Jamaika, akhirnya juga menyukai reggae.Namun,
tidak semua penggemar reggae memahami makna di balik gelora musik ini.
Sebagian masih melihatnya sekedar sebagai hiburan belaka, yang
berkonotasi dengan suasana santai, atau liburan.
Segmen 2
Sebutan
rastaman muncul karena musik reggae awalnya diusung oleh penganut
rastafari. Masalahnya, banyak yang menyalahartikan identitas rastafari.
Padahal, para penganut rastafari tidak identik dengan alkohol atau pun
ganja. Bahkan, mereka tidak memakan daging alias vegetarian.
Sejatinya,
rastafari awalnya merupakan suatu gerakan yang populer di Karibia.
Gerakan ini menolak bangsa Afrika berada dalam penindasan kulit putih.
Ras Muhamad yang menjalani falsafah rastafari sejak sepuluh tahun
terakhir mengakui, di Indonesia terdapat bias dalam memandang rastafari.
Sesungguhnya,
penganut rastafari yang disebut sebagai rastaman, atau rastafarian
tidak mengkonsumsi alkohol, obat bius, ganja, dan beberapa diantaranya
adalah vegetarian. Perbedaan cara memandang pada gerakan ini lebih
disebabkan minimnya sumber-sumber informasi yang benar-benar paham akan
rastafari.
Sehingga justru yang timbul dan diikuti oleh sebagian
orang adalah perilaku negatifnya saja.Salah satu musisi Jamaika, Bob
Marley, yang juga menganut rastafarian, memberi andil yang signifikan
dalam mempopulerkan reggae ke dunia internasional.
Tembang-tembang yang dimainkan oleh Bob Marley memanifestasikan gerakan perjuangannya melawan rezim apartheid di Afrika.
Lagu
dalam musik reggae yang berisi pesan perdamaian, serta perjuangan
terhadap kehidupan maupun kritik-kritik sosial dilatarbelakangi situasi
di Afrika, lebih khusus lagi di Jamaika, yang kerap mengalami pertikaian
politik.
Lagu-lagu yang berakar dari musik Jamaika, seperti
reggae atau ska, yang sarat dengan semangat anti perbudakan, keinginan
untuk hidup mandiri, serta memiliki tujuan yang jelas dalam hidup,
merupakan bagian yang tidak jauh berbeda dengan falsafah rastafari.
Namun,
bagian positif seperti ini kerap luput dari pandangan banyak penggemar
reggae. Sebagian besar justru lebih banyak terbawa arus gaya hidup sang
legenda, Bob Marley.
Segmen 3
Kalangan musisi yang bergelut
di aliran musik reggae menyayangkan kaum pecinta reggae yang tidak
mengerti makna sesungguhnya, musik yang satu ini. Mereka berharap, para
pecinta reggae menghayati makna terdalam dari musik yang satu ini agar
aliran ini tidak dimanfaatkan untuk menjaring kaum remaja ke arah yang
negatif.
Saat ini banyak penggemar reggae yang menamai diri
rastaman, tetapi menjalani gaya hidup yang seenaknya, yang bertolak
belakang dengan pandangan penganut rastafari. Padahal, meski berasal
dari kawasan yang sama, reggae dan rastafari merupakan dua hal yang
berbeda.
Begitu kentalnya nuansa falsafah rastafarian
dalam ratusan tembang yang dicipta dan dibawakan musisi reggae, membuat
citra reggae dan rastafarian sulit untuk dipisahkan.
Minimnya
informasi mengenai esensi dari reggae dan rastafarian membuat
pengertian antar keduanya menjadi tumpang tindih. Bahkan, ada orang yang
menggunakan kata rasta sebagai kata ganti untuk mariyuana, atau ganja.Sehingga
beberapa orang merasa takut untuk disebut sebagai rastaman, karena
berkonotasi negatif. Dalam hal penggunaan ganja, Tony Q (baca : toni
kiuw) yang sudah belasan tahun bergelut di musik reggae, baik di dalam
negeri, maupun mancanegara, punya pengalaman tersendiri dalam hal
penggunaan ganja sebagai benda terlarang.
Jika diamati, para
musisi reggae memang punya simpati kuat pada kaum rastafarian. Karena
itu, mereka keberatan jika reggae dikonotasikan identik dengan kehidupan
yang negatif. Kendati sebagai hiburan, musik reggae sejatinya berisi
pesan positif.
Pada intinya, setelah melalui perjalanan
panjangnya, reggae dan rastafarian bisa dibilang punya arah yang sama.
Membawa pesan kasih sayang dan perdamaian, bukan sekedar berambut gimbal
atau tampil berantakan.
Tak kenal maka tak sayang. Itulah jeritan
hati pecinta reggae sejati. Kebebasan yang mereka inginkan, bukanlah
kebebasan tanpa batas lewat pengaruh daun ganja.
0 komentar:
Posting Komentar